Minggu, 08 Maret 2009

Membangun Kampung ”Melayu”

Membangun adalah upaya melakukan pengembangan ke arah yang benar; mela-kukan perubahan yang berbeda dari yang ada sekarang, sehingga di masa depan menjadi lebih baik, betul dan bagus. Kampung Melayu mempunyai rasa bahasa kawasan kecil dengan komunitas yang berwarna Melayu; dalam hubungan sesamanya, dalam bekerja, dalam alam nyata, cita-cita dan minda, bahkan dalam gagasan (idea) dan pandangan hi-dupnya. Masa depan yang dituju adalah suatu komunitas dan lingkungan kampung yang maju kesejahteraan umumnya, yang cerdas kehidupan masyarakatnya, dan terdedah kepa-da kemajuan pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, berkat kelengkapan infrastruktur (ja-lan, listrik, komunikasi, air bersih, pendidikan, kesehatan), yang membukakannya pelu-ang terintegrasi dengan kemoderenan. Ada berbagai gaya membangun kampung yang te-lah dipraktekkan beberapa negara dunia. Jerman menekankan adanya industri yang dapat menjamin kesejaheraan di suatu kampung. Malaysia menggalakkan urbanisasi orang Me-layu. Ada juga yang mencoba menjadikan kampung seperti kota, yaitu kampung yang memiliki infrastruktur dasar yang sama dengan kota seperti yang dilakukan Jepang. Chi-na dan Kamboja menggusur penduduk kota yang dihukumnya sebagai borjuis dan kapi-talis bekerja di kampung sebagai cara mendidik masyarakat melakukan introspeksi dan kritik diri. Kelihatannya Jerman, Malaysia, dan Jepang berhasil mensejahterakan masya-rakat kampungnya. Sedangkan China dan Kamboja gagal total! Untuk mewujudkan hal itu ada pelbagai pendekatan maupun strategi yang dapat dilakukan. Pertama, membangun dengan berdasarkan keunggulan sumberdaya suatu kam pung. Misalnya suatu kampung yang potensi wisatanya besar, maka pembangunannya di-dasarkan kepada pengembangan potensi wisata itu untuk mewujudkan tujuannya. Kedua, pembangunan yang berbasiskan suatu nilai, keadaan ideal di masa depan. Misalnya suatu kampung berdasarkan kesejarahan maupun sumberdaya manusia (teknisi, sarjana, tekno-logis, usahawan, dll) memungkinkan dijadikan suatu kawasan industri teknologi tinggi, a-tau pendidikan kejuruan, maka untuk mencapai tujuan kampung itu pembangunan indus- tri atau pendidikan dijadikan dasar. Ketiga, pembangunan yang didasarkan kepada men-ciptakan unggulan khas suatu kampung, baik berdasarkan kompetensi yang sudah ada, maupun dimulai dengan membangun kompetensi baru. Maka ada kampung yang unggul-annya menghasilkan buah-buahan; ada yang menghasilkan keramik, dan ada pula yang menghasilkan kerajinan tangan dan permainan. Prefektur Saga di Jepang dan beberapa kampung di Thailand, menggunakan strategi ini dalam membangun ekonomi kampung. Keempat, pembangunan yang didasarkan kepada gagasan memelihara atau menjaga ke-lestarian budaya dan lingkungan suatu kampung. Maka dilakukan pembangunan yang da-pat menjamin tetap utuhnya apa-apa yang ada di suatu kampung. Gagasan keempat ini banyak dianut oleh intelektual maupun birokrat di Riau. Misalnya karena masyarakat Me-layu berada di daerah aliran sungai maka pembangunan haruslah berorientasi kampung di aliran sungai. Atau karena masyarakat Melayu sebagian besar adalah petani dan nelayan, maka pembangunan haruslah berbasiskan pertanian dan perikanan. Terlepas apakah hal itu dapat menyejahterakan dan mencerdaskan Melayu atau tidak. Pokoknya bagaimana agar terjamin Melayu yang sejak nenek-moyangnya adalah petani dan nelayan, maka di masa datangpun tetap abadi jadi petani dan nelayan lestari sampai dunia kiamat. Orientasi dan strategi pembangunan adalah pilihan. Paling tidak ada empat pilihan dalam memba-ngun kampung, seperti yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu, kompetensi mempertimbangkan pilihan, kemampuan memilih yang tepat tergantung kepada kecerdasan mengambil keputusan orientasi dan strategi ser-ta penerapannya. Adalah sangat menentukan apakah seseorang kompeten dalam manaje men strategis atau perencanaan strategis dan penerapannya. Bagi saya pilihan itu tergan-tung kepada keadaan suatu kampung dan aspirasi masyarakat yang cerdas. Bahkan dapat saja merupakan gabungan dua di antara empat pilihan di atas. Atau bila harus berinovasi, maka pembangunan kampung dapat juga memilih pada dasar pertanian, industrialisasi, maupun jasa. Kadangkala pemilihan itu tidak mudah bagi masyarakat suatu kampung, maka sebenarnya mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata, dapat diarahkan un-tuk menyusun rencana pembangunan suatu kampung Melayu dalam rentang waktu dua bulan. Kemudian rencana itu dievaluasi baik oleh masyarakat Melayu tempatan atau se-cara resmi oleh BAPPEDA suatu kota/kabupaten. Hasil evaluasi dan revisi yang seksa-ma dijadikan bahan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk diterapkan. Dengan demikian peluang suatu kampung Melayu membangun dan wujudnya cita-cita masyarakat Melayu membangun kampung Melayu, menjadi dimungkinkan. Sekarang ini sebagai ’hobby’ dan ’amatur’, saya mencoba menyusun suatu ran-cangan pembangunan suatu kampung miskin di Rokan Hulu, yang berbasiskan wisata dan jasa. Dari berbagai pertemuan, gagasan itu cukup mendapat dukungan masyarakat. Tetapi banyak yang mengingatkan saya bahwa para birokrat dan perangkat desa tidak menyukainya. Karena saya belum mengatur sembah kepada ’raja’ tempatan. Menurut pe-patah:”Kalau didengarkan burung mencicit, alamat tak jadilah turun berladang.” Impian saya mudah-mudahan rancangan itu dapat diwujudkan di masa depan, tanpa rintangan. (Muchtar Ahmad, Riau Institution)

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

okta1083@yahoo.co.id

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda