Senin, 31 Maret 2008

Pentingnya Suprastruktur Adat di Perkampungan

Hari ini harus lebih baik dari kemarin, nasehat mulia ini agaknya tinggal slogan saja lagi, ditengah kita masih yang sering mendengarnya. Sebab, kenyataan terjadi dalam proses kehidupan ditengah masyarakat justru berbanding terbalik ucapan tersebut, kita bandingkan kondisi saat ini dengan masa lalu, bahkan dahulu sewaktu negara Indonesia masih terbelenggu penjajahan fisik. Kelebihan yang dimiliki pemuda zaman perjuangan kemerdekaan saat itu terkenal dengan semangat kejuangan yang gigih untuk mengalahkan musuh namun keadaan sekarang ini kelebihan apa sekiranya patut dibanggakan?.

Alih-alih menunjukkan kelebihan dalam bentuk prestasi membanggakan justru pengaruh globalisasi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, dirasa secara perlahan mulai memudarkan harmonisasi kehidupan ditengah masyarakat; bahkan tak terkecuali didaerah perkampungan sekalipun sindikat narkoba sudah merajalela dipasar-pasar tradisional, pernikahan sesama suku bahkan antar agama sudah biasa terjadi, hingga ke soal menjual tanah ulayat kepada perusahaan perkebunan, inilah masalah didaerah kita bumi Riau ini.

Pengaruh globaliasi yang datang dari luar yang tak mampu disaring, adalah pemicu utama hadirnya persoalan ini. Namun bukan berarti kita anti dengan moderenisasi ataupun pembaharuan, tetapi hendaknya semua yang datang dari luar itu disaring sehingga mana yang sesuai dengan budaya kita dapat diterima sebaliknya mana yang tidak mari kita buang. Apabila tidak disaring, semuanya bebas saja masuk ke kampung, minuman keras, pergaulan bebas menonton tayangan yang tidak senonoh, intinya melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan adat maupun agama.

Disini bukan bermaksud mencari siapa yang salah dan benar. Saya tidak bermaksud sepenuhnya menyalahkan generasi muda, karena memang generasi tua-tua pun kurang melaksanakan pewarisan terhadap nilai teladan yang dapat dijadikan contoh untuk dijadikan rujukan mencapai negeri makmur.

Penyebab hilangnya nilai-nilai itu salah satunya bisa kita lihat dari kebijakan penghapusan mata pelajaran pendidikan sosial perjuangan bangsa (PSPB) yang pernah diajarkan disekolah masa orde lama dan orde baru lalu, ini jelas bila memang terjadi pada dunia pendidikan saya sangat menyayangkan terjadinya hal ini, karena generasi kita mendatang akan lupa nilai-nilai semangat para pejuang atau bahkan akan hilang sama sekali dari ingatan mereka, sehingga pewarisan nilai tersebut akan terputus dengan sendirinya.

Solusi tepat dalam memecahkan persoalan kemunduran nilai-nilai daerah kita di Riau yakni dengan upaya menghidupkan kembali suprastruktur adat yang ada di kampung-kampung atau desa karena sebagaimana kita ketahui sejak dahulu adat memiliki kekuatan-kekuatan yang mengendalikan kehidupan perkampungan perdesaan, dengan kata lain faktor adat sangat menentukan, ini dapat dilihat dari tunduknya anak kemenakan kepada mamak.

Karena itu pula semuanya ini berawal dari tidak duduknya masalah adat, saya melihat selama ini kita terlalu fokus pada infrastruktur sementara suprastruktur terlupakan, karena seharusnya kedua-duanya ini berjalan secara beriringan. Adat bersandikan syarak, syarak bersandikan kitabullah. Adat melaksanakan, Agama mengatakan Apa yang dikatakan agama itulah yang dilaksanakan adat. Tak lapuk kena hujan, tak lekang kena zaman. Kemudian dalam realiasi pepatah adat ini tertanam pula sikap; Kuat air karena buruk.Bulat kata kerena mufakat.

Ungkapan adat ini, telah lama diterapkan di Riau daratan seperti Kuantan Singingi dan Kampar. Namun, untuk Riau bagian pesisir antara lain seperti Kabupaten Pelalawan, Siak dan Indragiri nilai suprastruktur adat yang berlaku ada pada titah raja sehingga ada salah satu ungkapan “daulat Tuanku”, artinya yang berdaulat itu adalah Raja. Kita mengenal dalam Tungku tigo sejarangan atau tiga pilar kekuatan ada; alim ulama, cerdik pandai dan pemangku adat. Bila kita menggunakan tiga kekuatan ini bersatu dalam satu konsep yang bulat.

Setakad ini, pengamatan melihat perkembangan kabupaten kota yang ada di Riau, cukup salut dengan apa yang ditunjukkan oleh bupati Kabupaten Kampar, dimana satu dari sekian banyak perhatian beliau terhadap keberadaan suprastruktur adat, yakni dengan memberi insentip bulanan bagi pengurus suprastruktur adat, hal ini saya kira patut menjadi contoh oleh pemimpin pemerintah daerah lain khususnya di Riau, sebagai rasa penghormatan yang besar terhadap ninik-mamak tempatan.

Untuk itu sudah saatnyalah kewajiban kita bersama-sama menghidupkan kembali sistem adat yang ada di desa. Salah satu alasan kewajiban kita dengan menjelaskan kepada saudara di kampung bahwa tak teraturnya kehidupan di kampung karena kita selama ini sudah meninggalkan adat. Sementara apabila ini terus dibiarkan, sampai kapanpun tidak tahu, pada klimaknya nanti disitulah akan terjadi benturan-benturan berkepanjangan tak berhenti karena tidak didukung oleh suprastruktur adat itu tadi.***

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

okta1083@yahoo.co.id

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda